Biografi Kyai Ageng Imam Mushakaf
Kiai Ageng Imam Mushakaf bin Kiai Ageng Mirah atau juga dikenal dengan Kyai Ageng Mirah 2 atau Kyai Ageng Pohgero adalah putra kedua dari tokoh Pendiri Kadipaten Ponorogo. Kyai Ageng Mushakaf Mewarisi Ilmu Agama dari ayahnya yang seorang kyai penyebar agama islam dan mendirikan sebuah Pesantren di Pohgero Gandukepuh Sukorejo Ponorogo, yang sekarang bekasnya hanya tinggal area yang orang sekitar menyebut kali santren
Mengenal Kyai Ageng Mirah
Perkembangan Islam di Ponorogo berada dalam nuansa dakwah ala Walisongo, hal ini bisa dilihat dari pengaruh Kyai Ageng Mirah. hal ini ditandai dengan berdirinya Pondok Kyai Ageng Mirah di yang sekarang masuk kawasan Desa Nambangrejo Sukorejo Ponorogo. Secara historis, pesantren yang pertama di Ponorogo pesantrennya Ki Ageng Mirah. Menurut sahibul hikayah, Ki Ageng Mirah dihampiri oleh Raden Batoro Katong bersama Patih Selo Aji atas utusan sunan kalijaga dan mendapat surat tugas dari kerajaan Demak.
Pesantren yang dirintis oleh Ki Ageng Mirah kalau direkonstruksi hampir sama dengan pesantren sekarang seperti pengajian kitab kuning. Hal ini mengandung makna bahwa kurikulum pesantren pada waktu itu, sangat mungkin bahwa sebenarnya Ki Ageng Mirah sampai ke Ponorogo melalui koordinasi langsung dengan Sunan Kalijogo.
Terkait dengan Era Kiai Ageng Mirah, terdapat petilasan masjid Ki Ageng Mirah bisa ditemukan. Ki Ageng Mirah dikenal sebagai sosok yang menyebarkan Islam di Ponorogo yang saat itu masih bernama Wengker. Nama asli ki Ageng Mirah adalah Ki Muslim putra Ki Ageng Gribig, adapun nama Mirah adalah nama putri beliau (dalam beberapa kisah, nama lengkapnya Siti Amirah), dinisbatkan menjadi nama beliau juga wilayah yang dipimpinya. Kiai Ageng Mirah dikenal sebagai sosok berhati sabar, menyebarkan Islam dengan perlahan. Kepada anak kecil diberi pelajaran syariat dan mengaji, adapun kepada yang tua di ajarkan ilmu tua, ilmu sangkan paraning dumadi (darimana asal usul manusia, kemana tujuan akhir hidupnya dan apa bekal yang harus dibawa). Batoro Katong banyak mendapat bantuan dari Ki Ageng Mirah saat mulai membangun Ponorogo. Setelah wafat beliau dimakamkan di pesarean Setono (masih satu area dengan makam Batoro Katong) dan saat ini Dusun Mirah terletak di desa Nambangrejo Kecamatan Sukorejo
Menurut penuturan Kiai Sayuti Farid (penulis buku Jaringan Pesantren Mataraman), terdapat tambahan keterangan bahwa masyarakat Ponorogo merasa terbengkalai ketika masjid Ki Ageng Mirai pernah hilang. Dikisahkan bahwa suatu riwayat masjid itu ada yang “gotong” atau mengangkat sampai ke daerah Purwantoro Desa Bakalan Purwantoro. Sehingga terdapat pendapat umum bahwa masjid pindahan dari masjid Ki Ageng Mirah tersebut menjadi “Masjid Tiban” pindahan Mirah Ponorogo. Selanjutnya, masih menurut beliau, bahwa informasi makam Mbah Ki Ageng Mirah di setono bahkan keturunan Ki Ageng Mirah yang dimakamkan di Setono komplek makam Raden Bathoro Katong lebih banyak keturunan Ki Ageng Mirah dari pada keturunan Bathoro Katong yang dimakamkan di Setono. Sepeninggal Ki Ageng Mirah, diteruskan oleh anaknya yangbernama Kiai Imam Musahaf yang mengembangkan mengajarkan keislaman di masjid Kepuh Gero, Gandu Kepuh, Kecamatan Sukorejo, tidak jauh dari Mirah dan sampai wafatnya dimakamkan di tempat tersebut.
Melalui Ki Ageng Mirah ini, Raden Katong dan Seloaji mendapatkan gambaran awal tentang kondisi yang ada di daerah tersebut, utamanya tentang kondisi masyarakat yang mayoritas beragama Hindu-Budha dan hidup berkelompok di bawah pimpinan para warok. Selain itu, ia juga menceritakan keberadaan warok yang disegani, di antaranya adalah Ki Honggolono yang tinggal di Desa Golan, sebelah barat Desa Mirah, dan pimpinannya, Ki Ageng Kutu yang merupakan Demang di Kademangan Surukubeng (saat ini masuk dalam Desa Kutu Kecamatan Jetis). Dalam membuka lahan untuk membangun kadipaten ini, ia kembali dibantu oleh Seloaji, yang diangkat oleh Sultan Demak sebagai Patih dari Bathoro Katong, dan Ki Ageng Mirah, sebagai pemimpin keagamaan, dan kali ini ditambah dengan 40 orang santri senior yang ahli ilmu agama dari daerah-daerah di sekitar Demak (Purwowijoyo, 1985). Dari pembahasan di atas dapat dipahami bahwa gerakan dakwah Islam awal di wilayah Ponorogo, masih bersambung sanad ideologi dan intelektualnya dengan dakwah Walisongo yang berpusat di Kerajaan Demak, dibuktikan dengan adanya trah Demak (Raden Batoro Katong) dan Ki Ageng Mirah yang masih murid (santri) dari Walisongo itu sendiri.